Monday 2 November 2009

Ilmu Hubungan Internasional: Realis yang tidak Realistis "Pengkajian terhadap Ajaran Sesat Morgenthau"

Kira-kira apa yang akan anda katakan jika seseorang tiba-tiba berkomentar "dia bukan temanmu, dia itu musuh!" ketika melihat anda sedang bertengkar hebat dengan seorang teman anda? Sebagian besar dari kita akan menjawab "kau benar!". Itulah analogi yang pas untuk menggambarkan cara Morgenthau mencuri-curi kesempatan dalam menteorisasikan hubungan internasional pada saat itu.
Paradigma realis dalam ilmu hubungan internasional perlu dikaji ulang. Bukan hanya karena kritik yang banyak dilontarkan oleh paradigma-paradigma lain terhadapnya, namun juga teori dan landasan yang digunakannya yang justru sama sekali tidak realistis.
Pandangan realis sebagai paradigma yang dominan dalam ilmu hubungan internasional yang terasa begitu kental dalam dunia keilmuan hubungan internasional harus segera digeserkan kedudukannya. Politics Among Nations karya Morgenthau harus diakreditasi ulang mengenai kelayakannya menjadi buku pegangan wajib. Paradigma sesat yang termaktub dalam kitab Morgenthau tersebut secara tidak langsung telah mengajak pembacanya untuk mengagung-agungkan power (kekuasaan) dan bahwa power adalah faktor superior yang paling menentukan negara dalam mengeksekusi kebijakan luar negerinya.
Kaum realis, terutama Morgenthau dalam "kitab suci"-nya itu mengkritik habis-habisan asumsi dari ilmuwan hubungan internasional yang diistilahkanya dengan kata "idealis". Pada dua dasawarsa setelah Perang Dunia II, realis sebenarnya tidak betul-betul memenangkan dominan paradigma dari lawannya: idealis. Karena sesungguhnya keadaaan lah yang membuat mereka berhasil menggenggam paradigma hubungan internasional.
Kira-kira jawaban apa yang paling cocok atas pertanyaan mengapa realis begitu dipercayai sebagai paradigma setelah perang dunia II berakhir? Jawabannya adalah karena mereka pintar memanfaatkan keadaan. Perang dunia ke II merupakan perang terdahsyat yang pernah terjadi di muka bumi ini. Tidak hanya kerusakan fisik yang diterima oleh negara-negara yang berperang ataupun yang tidak berperang namun juga kerusakan mental. Setelah perang traumatis itu berakhir, disaat itu lah Morgenthau muncul dengan teori murahannya tentang kekuasaan. Kira-kira apa yang akan anda katakan jika seseorang tiba-tiba berkomentar "dia itu bukan temanmu, dia itu musuh!" ketika melihat anda sedang bertengkar.dengan seorang teman anda? Sebagian besar dari kita akan menjawab "kau benar!". Itulah analogi yang pas untuk menggambarkan cara Morgenthau mencuri-curi kesempatan dalam menteorisasikan hubungan internasional pada saat itu. Dan dunia mengamini perkataannya selama 20 tahun walaupun sekelompok ilmuwan yang ditentang oleh Morgenthau (kaum idealis) mencoba mencerahkan kembali dunia internasional dengan menentang teori keagungan kekuasaan tersebut. Namun pada kenyataannya Morghenthau sampai saat ini masih leluasa mensesati sebagian (besar) ilmuwan hubungan internasioal lainnya.
Lalu, apa yang membuat realis masih dipertahankan sampai saat ini? Sebenarnya sungguh lah tidak masuk akal. Padahal mereka yang mengaku sebagai aliran realis justru tidak berpikir realis. Kritik realis tentang ketidakmampuan kaum idealis menjawab fenomena negara yang mengabaikan perjanjian internasional seperti penyerbuan itali ke Ethiopia pada tahun 1935 dan invasi Jepang ke Manchuria pada tahun 1931 dan beberapa lainnya, tidak lah terlalu kuat untuk mematahkan pemikiran idealis. Terlihat seperti realis terlalu membesar-besarkan masalah hanya agar pandangan mereka dapat diterima. Karena tidak lah semua negara pada kurun waktu itu ingkar terhadap perjanjian yang telah ditandatanganinya. Mungkin generalisasi mereka sudah menjadi overgeneralization sehingga terjadi error dalam pengamatan atau mungkin kesalahan itu memang disengaja.
Realis juga mempertanyakan kematangan idealis secara akademik, yakni bahwa idealis hanya menjelaskan bagaimana negara seharusnya bertindak dan tidak mampu menjelaskan mengapa negara melakukan suatu tindakan. Bukankah semua ilmu berjalan seperti itu? Misalny,a dalam ranah keilmuan seperti kedokteran, psikologi, atau sejarah sekalipun yang ditekankan adalah tentang bagaimananya. Dalam kedokteran misalnya, dijelaskan bagaimana mengobati pasien pengidap diabetes. Dalam psikologi dijelaskan bagaimana menangani seseorang yang tengah depresi dan ilmu sejarah menjelaskan bagaimana mengetahui sumber-sumber terpercaya sebelum menentukan sesuatu itu sebagai sejarah yang benar-benar pernah ada sebagai sejarah. Ketika seorang ilmuwan tersebut menghadapi masalah-masalah yang bersifat accidental baru lah di situ dituntut kejelian dari ilmuwan untuk berfikir di luar apa yang telah didapatkannya dalam keilmuwannya dengan syarat tetap berlandaskan pada ilmunya tersebut. Misalkan, ketika seorang dokter yang tengah menangani pasien diabates menemui gejala lain dari tubuh penderita yang tidak sejalan atau bertentangan dengan penyakit yang dideritanya. Apakah sang dokter langsung mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya itu bukanlah diabetes atau beranggapan bahwa teori yang digunakannya selama ini adalah salah? Itu baru namanya tidak realistis. Sedangkan masih ada kemungkinan lain seperti pasien mengidap komplikasi penyakit atau apa saja kemungkinan lain yang tidak ditemkannya di saat mempelajari ilmu kedokterannya. Begitu juga dengan hubungan internasional. Idealis telah memaparkan apa yang seharusnya terjadi dalam sebuah masyarakat internasional. Namun ketika terjadi beberapa pertentangan disitulah peran ilmuwan dimainkan, tentu saja dengan tidak melenceng dari ilmu hubungan internasional itu sendiri.
Kembali ke Morgenthau yang juga sering disalah kaprahkan sebagai si mbah ilmu hubungan internasional. Tersingkap sudah simpangan-simpangan sesat yang telah dibangunnya di jalan raya ilmu hubungan internasional menuju paradigmanya yang benar-benar benar. Teorinya mengenai kekuasaan terlalu menggeneralisasikan dan membesar-besarkan. Lagipula, siapa yang mau mendengarkan manusia munafik, apalagi ilmuwan yang munafik yang mengaku sebagai ilmuwan realis tetapi tidak realistis sama sekali.